Selasa, 03 Juli 2012

Pengamat AU: Pertemuan Presiden SBY dan Gillard dinilai terlalu formalitas

Hubungan Australia dan Indonesia sebenarnya kurang hangat, meski sudah banyak pencapaian kerjasama antara dua negara.


Greg Fealy, pengamat Indonesia dan Associate Professor dari Australia National University. (Foto: Pribadi) (Credit: ABC)
Greg Fealy, PhD./Photo ABC
Menurut pengamat Indonesia dari Australia National University (ANU), Greg Fealy, PhD., tidak ada sesuatu yang istimewa karena pertemuan ini adalah pertemuan yang sifatnya rutin saja.

"Pertemuan ini hanyalah bersifat formalitas saja, tetapi hubungan pribadi antara kedua negara tidak begitu mesra," ujar Greg dalam wawancara kepada Radio Australia Siaran Bahasa Indonesia, Selasa pagi.
Menurut Greg, ada harapan dari Australia soal kunjungan Presiden SBY kali ini, yakni untuk membahas soal isu pencari suaka.

Australia mengalami tekanan politik di dalam negeri dengan kasus-kasus penyelundupan manusia yang dibawa dengan kapal-kapal laut lewat perairan Indonesia.
Namun, sebelum keberangkatan Presiden SBY, juru bicara kepresidenan untuk urusan luar negeri, Teuku Faizasyah mengatakan pembicaraan akan lebih terfokus pada kerjasama soal ekonomi, termasuk soal impor sapi potong dari Australia.

Teuku mengatakan bahwa Presiden SBY sudah mengetahui soal masalah pencari suaka, tetapi masalah tersebut bukanlah menjadi agenda utama.

Menanggapi pernyataan tersebut, Greg mengatakan isu utama yang diharapkan oleh pemerintahan Gillard adalah justru mengenai masalah pencari suaka. Tetapi sepertinya pemerintahan SBY lebih tertarik dengan isu-isu yang sifatnya lebih konkrit daripada sekedar pencari suaka.

"Saya kira SBY memberikan keseimbangan dalam pembicaraan. Kalau pemerintah Australia terlalu obsesif dengan pencari suaka, mungkin pemerintah Indonesia akan beranggapan hal ini kurang sehat untuk hubungan diplomasi kedua negara," jelas Greg.

Greg juga menambahkan tidak ada dua negara besar bertetangga di dunia ini, yang memiliki perbedaan kebudayaan yang signifikan, selain Indonesia dan Australia.

Tetapi ternyata ada titik temu diantara kedua negara, terutama soal kerjasama di bidang ekonomi yang lebih strategis.
Dengarkan wawancara selengkapnya Greg Fealy dengan Erwin Renaldi melalui audio yang sudah disediakan.

Senin, 02 Juli 2012

Pendeta Socrates SY: Kami Siap Dirikan Negara Papua


Written By Voice Of Baptist Papua on 6/20/12 | 8:57 PM

Rev.Socratez Sofyan Yoman
 Jakarta--Tidak pernah sekalipun orang Papua diterima sebagai bagian dari rakyat Indonesia. Tidak ada jaminan  warga Papua masih menginginkan menjadi bagian dari Indonesia.
"Tidak pernah orang Papua diterima sebagai bagian dari rakyat Indonesia. Warga Papua dianggap sebagai binatang. Saya tidak jamin, warga Papua masih menginginkan jadi bagian Indonesia. Lihat saja, bagaimana orang Papua ditembak atau dibunuh,"  Pendeta Socrates Sofyan Yoman 

Menurut Socrates aparat keamanan telah gagal melindungi rakyat Papua. Bahkan aparat keamanan telah menjadi bagian dari kekerasan terhadap rakyat Papua. "Bagaimana tidak, orang Papua ditembak, dibunuh. Itu akan menyebabkan kebencian rakyat Papua terhadap pemerintah Indonesia. Siapapun yang diganggu akan melawan. Ini manusia," tegas Socrates.

Socrates mengingatkan, jika pemerintah Indonesia tetap menggunakan kekerasan, rakyat Papua siap untuk merdeka. "Kami selalu siap mendirikan negara Papua. Kami akan urus kemanusiaan dan keadilan. Soal keinginan untuk merdeka itu karena kebijakan yang tidak berpihak kepada manusia," tegas Socrates.

Dialog yang jujur bermartabat menjadi solusi penyelesaian konflik Papua, kata Socrates. Pasalnya, kekerasan tidak menyelesaikan masalah, kekeresan menghasilkan kekerasan baru yang lebih keras lagi. "Yang terjadi di Papua kekerasan dan kejahatan kemanusiaan. Pendekatan keamanan telah gagal. Alternatif penyelesaian adalah dialog yang bermartabat untuk menyelesaikan Papua secara komprehensif," kata Socrates.

Socrates menampik keras jika dikatakan saat ini sudah dilakukan dialog pihak pemerintah dengan wakil Papua. "Dialog tidak pernah ada dan belum pernah terjadi. Kalau ada, kapan dan di mana, tolong tunjukkan. Wakil Papua belum pernah dilibatkan dalam dialog dengan semangat yang setara," tegas Socrates.

Secara khusus, Socrates mengapresiasi pernyataan politisi Partai Demokrat Ulil Abshar Abdalla yang mengusulkan pelepasan Papua, dengan pertimbangan tingginya biaya mempertahankan Papua. "Itu menunjukkan Ulil punya mata hati, dan mata iman. Itu orang cerdas, hati nuraninya berfungsi, pikiran sudah normal terhadap penderitaan warga papua," pungkas Pendeta Socrates Sofyan Yoman.

Reporter: Achsin (Itoday)

Lambert Pekikir, Bantah Tundingan TNI/POLRI Atas Penembakan Warga Papua

2 Aktivis Papua Juga ditangkap di Wamena Dan Beberapa Warga di Kerom Luka - Luka

Lambert Perikir (Pimpinan OPM Wilayah RI-PNG)
Jayapura VB,--Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Proklamasi Kemerdekaan Republik Papua Barat, 1 Juli 2012 yang dirayakan oleh Tentara Pembebasan Nasional, Organisasi Papua Merdeka (TPN.OPM) dinodai dengan tindakan represi militer Indonesia melalui TNI yang menembak mati salah satu warga Papua yang merupakan Kepala Kampung Sawiyatami, Wembi. Indonesia melalui Polri juga menangkap 2 warga Papua di Wamena tanpa alasan yang jelas. Rakyat Papua terancam diatas negerinya sendiri.
Dari pantauan KNPBnews di Wamena, minggu pagi (1/7) tadi pukul 06:00 wp, dua orang aktivis  masing-masing Enor Itlay (28) dan Semi Sambom (29) ditangkap oleh jajaran Polres Jayawijaya saat keduanya sedang dalam perjalanan pulang ke kampung Pugima yang tidak jauh dari kota Wamena.  Tanpa alasan yang jelas, kedua aktivis ini dibawa ke Mapolres Jayawijaya dan sedang diinterogasi. 
Di Kerom, perbatasan RI-PNG,  Yohanes Yanafrom, salah satu kepala kampung ditembak mati oleh TNI yang sedang melakukan patroli. Dari sumber Lambert Pekikir, Koordinator TPN.OPM dari Markas Pusat Victoria selaku penanggung jawab HUT Proklamasih Kemerdekaan Republik Papua Barat, 1 Juli 2012 bahwa dirinya telah mendapat informasih langsung dari warga Papua di tempat kejadian bahwa korban pada pukul 08.00 wp sedang mengendai motor dan diikuti oleh mobil milik TNI yang melakukan patroli dan menembak langsung ke arah korban hingga jatuh dan mobil yang dikendarai TNI melaju meninggalkan korban.
Melihat korban terjatuh, beberapa warga bermaksud melihat korban yang terkapar di badan jalan, belum lama kemudian iring-iringan mobil TNI kembali menuju ke tempat kejadian dan melakukan penembakan secara membabi buta kepada warga yang sedang mengamankan korban. Lalu warga berlari menuju hutan mengamankan diri. Lambert menuturkan ada beberapa warga yang tertembak serpihan peluruh TNI, lainnya luka-luka.
TPN.OPM Tolak Laporan Versi TNI dan Media Indonesia
Sementara itu, terkait pemberitaan media yang melangsir laporan TNI bahwa penembakan terhadap Jhon (sebelumnya Yohanes) Yanifrom tersebut dilakukan oleh kelompok Lambert Pekikir, ditolak dengan tegas oleh Lambert via telepon pagi ini. 
Jhon itu anggota resmi TPN-OPM, dia juga kepala desa Sawyatami. Saat ini markas besar OPM berduka atas kabar tersebut,” tegas Lambertus.
Lambertus mengatakan, dirinya terakhir bertemu dengan Jhon dua hari sebelum peringatan hari jadi Papua Barat. “Kami akan mancari tahu dengan cara kami atas kematian Jhon,” terang Lambertus.
Lambert selaku penanggung jawab perayaan HUT Proklamasih mengatakan bahwa dirinya bersama seluruh pasukan menghargai hari Proklamasih Kemerdekaan Republik Papua Barat, dan mulai dari kemarin lalu (30 juni – 1 Juli -red) kami berada di titik perayaan HUT dan melakukan upacara pengibaran bendera, sehingga lanjut Lambert, tidak benar pasukannya melakukan penembakan terhadap warga Papua di pinggir jalan.
Lambert mengatakan, sejak lalu, sesuai rencana dirinya menyatakan kepada Republik Indonesia bahwa perayaan itu akan dilakukan secara terhormat tanpa melakukan tindakan tembak menembak, apalagi kepada warga sipil yang tidak berdosa. Kini TNI justru melakukan penembakan dan menuduhnya sebagai pelaku penembakan terhadap Yohanes Yanafrom. “Mana mungkin saya membunuh rakyat saya, apalagi korban merupakan salah satu keponakan saya sendiri”, tegas Lambert setangah sedih.
Lambert membenarkan pengibaran bendera bintang fajar di tiga tempat, namun ketiganya dilakukan dalam rangka memperingati HUT Proklamasih kemerdekaan Republik Papua Barat.
Pasca penembakan yang dilakukan oleh TNI, sesuai pantauan lapangan, sekitar 8 truk Dalmas dari Brmob dan TNI melakukan penyisiran dan pengejaran kepada warga Papua yang diduga sebagai kelompok TPN.OPM. Sebagian besar warga di wilayah Kerom telah mengungsi ke hutan. Warga dikabarkan dalam kondisi darurat.
Sumber: KNPBNews

Ingatkan SBY Tanyakan Komitmen Australia soal Papua

JAKARTA - Hari ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melawat ke Darwin, Australia guna membicarakan beberapa persoalan regional. Diharapkan lawatan SBY ke Australia  juga dimanfaatkan untuk membahas persoalan-persoalan terkini antara kedua negara.

Wakil Ketua Komisi I DPR yang membidangi Pertahanan dan Hubngan Luar Negeri, TB Hasanuddin, menyebut ada empat isu aktual yang perlu dibahas SBY dengan pemerintah Australia. "Yang pertama, menyangkut masih adanya pelanggaran terhadap hak-hak WNI yang ditahan di Australia," kata Hasanuddin di Jakarta, Senin (2/7).

Kedua, sebut Hasanuddin, hingga saat ini masih ada pelintas batas tradisional terutama nelayan pencari ikan dan kerang yang ditahan pemerintah Australia karena dianggap masuk  wilayah negeri kanguru itu secara ilegal.

Ketiga, isu aktual yang juga penting untuk dibahas adalah persoalan imigran gelap dari negara-negara Asia tengah yang hendak bermigrasi secara ilegal ke Australia dengan menjadikan Indonesia sebagai negara transit. "Kita sering dibuat repot karenanya,"  sebut politisi PDI Perjuangan itu.

Keempat, kata pensiunan TNI dengan pangkat Mayor Jenderal itu, isu aktual yang tak kalah penting adalah keterkaitan antara persoalan Papua dengan penempatan marinis AS di Darwin dan pesawat intasi di Pulau Coscos. "Perlu dipertegas bagaimana sebenarnya sikap pemerintah Australia saat ini terhadap Papua," ucap Hasanuddin.

Mantan Sekretaris Militer Kepresidenan itu menegaskan, empat isu aktual itu harus benar-benar diangkat SBY dalam pertemuan dengan PM Australia, Julia Gillard. "Dan tempatkanlah dalam konteks kepentingan nasional Indonesia," pungkasnya.